No nation can achieve greatness unless it believes in something and unless that something has the moral dimensions to sustain a great civilization.... (Tak ada bangsa yang dapat mencapai kebesarannya jika bangsa itu tidak meyakini sesuatu dan sesuatu yang tidak diyakininya memiliki dimensidimensi moral untuk menopang peradaban besar….)
1. P1. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang Penulisan Makalah
Jepang dan Cina merupakan bangsa di Asia yang telah mengalami kemajuan pesat di segala aspek kehidupan walupun dunia berubah begitu cepat, keduanya mampu mengimbangi sekaligus menancapkan perannya di belahan timur dunia bahkan dunia sekaligus. Pertanyaan muncul mengapa dua bangsa Asia tersebut bisa melakukan hal seperti itu. Jawaban cukup sederhana yakni kedua bangsa tersebut tidak pernah melupakan jatidirinya, mereka telah memiliki dan menganutnya. Nilai-nilai budaya yang tumbuh seakan telah melekat dan tidak pernah layu diterpa perubahan yang cepat dan dinamis. Jepang yang berbekal keteguhan, tidak mudah menyerah cepat bangkit dari penderitaan, disiplin tinggi, dan bertanggungjawab demikian pula Cina yang menjunjung tinggi keuletan dan keprigelan, semangat berusaha, cepat berpikir dan pantang menyerah serta banyak aspek tradisi Cina telah diterima rakyatnya sebagai warisan dan sebagian jati diri Cina.
Namun sebaliknya apa yang terjadi di negeri “gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja” ini. Di negeri yang dahulu dikenal memiliki sikap mental dan nilai dasar yang dijunjung tinggi dan luhur sejak jaman kerajaan hingga terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah bertekat dan barjanji melalui para pendiri Negara “Founding Father” untuk membangun negeri ini di bawah panji-panji Pancasila. Pancasila yang telah mendarah daging dengan menampilkan bangsa yang religius theisme (bangsa yang telah mengenal dan menganut keyakinan adanya Tuhan), humanis (ramah tamah, toleransi tinggi), nasionalisme tinggi (cinta tanah air dan patriotisme), demokratisme (musyawarah mufahat, kekeluargaan, gotong royong), dan sosialisme (adil, tidak serakah, dan sederhana). Nilai-nilai budaya tersebut sebenarnya adalah nilai dasar dan sikap mental yang menjadi jatidiri dan karakter bangsa Indonesia.
Bangsa dan rakyat Indonesia sepertinya terlena dan sengaja lupa diri dengan kehidupan yang serba ada seperti sekarang ini. Orde Reformasi yang mengharapkan perubahan dengan lebih menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam keberagaman ternyata justru memporakporandakan tatanan nilai yang diagungkan. Meninggalkan apa saja yang telah dikristalisasikan pada diri Pancasila. Bangsa Indonesia khususnya pemerintah tengah pada kebingungan akan jatidirinya. Saling lempar tanggungjawab dan menyalahkan berbagai pihak. Sehingga memunculkan keinginan menggelorakan kembali semangat Pancasila, yakni dengan melancarkan aksi-aksinya melalui pendidikan karakter, perilaku berbudi pekerti luhur, national character building, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Mengapa harus bingung dan bersusah payah menciptakan sistem nilai yang baru, konsep Pancasila sebenarnya telah menjawab dan mengisi kelupaan diri tersebut. Pancasila yang mampu menjadi ideologi terbuka dan dinamis pasti mampu mewujudkan asalkan seluruh bangsa dan rakyat yang hidup di Negara ini berprinsip pada Pancasila. Pendidikan yang ada pada Pancasila itulah yang menjadi pendidikan karakter bangsa.
Menurut T. Ramli (2003), bahwa:
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan karakter merupakan sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga yang meliputi komponen pengetahuan, sikap dan nilai, keterampilan serta tindakan untuk melaksanakannya. Dan nilai-nilai luhur dimaksud dimiliki dan terkandung dalam Pancasila karena bersumber dari kondisi sosio kultur bangsa Indonesia.
1.2.Masalah
A. Apakah Pendidikan Pancasila mampu membentuk pendidikan karakter?
B. Bagaimanakah upaya memperoleh kembali Pendidikan Karakter yang mencerminkan Pendidikan Pancasila?
C. Apakah manfaat Pendidikan Pancasila bagi pembentukan Pendidikan Karakter?
1.3.Tujuan
A. Memperoleh gambaran bahwa Pendidikan Pancasila mampu membentuk pendidikan karakter.
B. Mengetahui gambaran dalam memperoleh kembali Pendidikan Karakter yang mencerminkan Pendidikan Pancasila.
C. Memperoleh manfaat Pendidikan Pancasila bagi pembentukan Pendidikan Karakter.
2. Pembahasan
A. Pendidikan Pancasila mampu membentuk pendidikan karakter
Sekarang sudah mulai disosialisasikan supaya rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) guru di semua bidang studi pada tahun ajaran 2011/2012 ini harus dibuatkan atau dimasukan pendidikan karakter dalam RPP guru. Seperti apa sebenarnya pendidikan karakter, masih tidak jelas. Grand desain pendidikan karakter bagi peserta didik di sekolah dinilai tidak jelas. Ada kecenderungan ketidakjelasan menerapkan pendidikan karakter di sekolah ini menyalahkan para guru.
Jimmy S Paat (2011) menuliskan “Sikap reaktif pemerintah ini justru terkesan menyalahkan guru atas berbagai persoalan, seperti budaya korupsi dan radikalisme akibat pendidikan moral pada PKn dan Agama dianggap gagal”.
Retno Listyarti, Rabu (2011) mengungkapkan bahwa
“Pemerintah hanya melontarkan ide tentang pengembangan dan penerapan pendidikan karakter. Namun demikian, pemerintah tidak memiliki cetak biru pendidikan karakter seperti apa yang mau dibangun oleh negara ini”. "Pembangunan karakter dalam pendidikan seharusnya menentukan karakter apa saja yang ingin dibangun dan dikembangkan di sekolah, tetapi itu harus sejalan dengan karakter yang didesain oleh negara". Misalnya saja, kata Retno, karakter yang mau dibangun adalah budaya jujur (antikorupsi) dengan alasan budaya korupsi di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Atau, karakter antikekerasan dan multikultural dengan alasan maraknya radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Sebenarnya terdapat banyak kualitas karakter pada Pendidikan Pancasila yang harus dikembangkan, untuk memudahkan pelaksanaan nilai-nilai luhur universal (lintas agama, budaya dan suku). Dengan demikian setiap pribadi menjadi manusia yang JUJUR, CERDAS, TANGGUH DAN PEDULI dan serangkaian akhlak mulia lainnya seperti:
1. Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya
2. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian
3. Hormat dan Santun
4. Kasih Sayang, kepedulian, dan kerjasama
5. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah
6. Keadilan dan kepemimpinan
7. Baik dan rendah hati
8. Toleransi, cinta damai, dan persatuan
B. Memperoleh kembali Pendidikan Karakter yang mencerminkan Pendidikan Pancasila
Mohammad Nuh (2011), mengatakan bahwa “ Karakter yang ingin kita bangun adalah karakter cinta terhadap Tanah Air, itu yang paling mendasar”.
Pernyataan di atas telah membuktikan adanya pemikirian dan pola laku yang telah melupakan karakter cinta tanah air, padahal sejatinya Negara Kesatuan Repubik Indonesia ini dibangun atas dasar perjuangan dalam meraih kemerdekaan melalui nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, persatuan dan kesatuan. Realita menunjukkan pula setelah merdeka rakyat Indonesia seakan-akan memperjuangkan kepentingan diri sendiri tanpa peduli pada yang lain, memaksakan kehendak, merasa dirinya super.
Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2011), “meminta masyarakat Indonesia untuk mengimpelementasikan tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2011, yakni 'Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa', dengan sub tema 'Raih Prestasi, Junjung Tinggi Budi Pekerti' ”.
Pendidikan karakter saat ini sangatlah penting. Pendidikan karakter sangat menentukan kemajuan peradaban bangsa, yang tak hanya unggul dan tetapi juga bangsa yang cerdas. Mengutip filsuf Yunani Aristoteles, SBY mengatakan bahwa ada dua penentu kemajuan bangsa. Pertama pemikiran dan kedua karakter
Sekali lagi betapa buruknya penghayatan dan implementasi Pendidikan Pancasila sehingga pejabat Negara merasa penting mengingatkan, menyadarkan, dan membangkitkan kembali jatidiri bangsa melalui pendidikan karakter.
Ajakan dan pernyataan kedua hal tersebut di atas harus disambut dengan baik namun yang perlu diapresiasi adalah beliau selalu lupa mencantumkan bahwa pendidikan karakter yang kiti miliki sebagai warisan luhur budaya sebenarnya adalah Pancasila di mana dalam Pancasila terkandung tatanan dan sistem nilai yang telah membumi dan berakar erat dalam setiap hidup dan kehidupan. Mereka seakan alergi bahkan trauma dengan pengalaman masa lalu bahwa Pancasila tidak behasil mewujudkan visi dan misi bangsa dan Negara Indonesia.
Sebagai solusi memperoleh kembali Pendidikan Karakter yang mencerminkan Pendidikan Pancasila alangkah indahnya dalam pembentukan pendidikan karakter, paradigma yang ditempuh adalah dengan menjalankan top down level system, artinya pendidikan karakter coba mulai sekarang diberikan kepada pejabat atau calon pejabat sebagai supra struktur pemerintahan Negara yang sekaligus pengambil kebijakan (policy maker) dengan memberikan tauladan kepemimpinan yang kredibel, jujur, bertanggungjawab, peduli sesama yang pada gilirannya dapat dan patut dicontoh oleh seluruh rakyatnya dengan ikhlas. Rakyat yang ada di bawah ini memerlukan keteladanan.
Namun sebaliknya alangkah kurang bijak bila pendidikan karakter itu masih tetap diberikan melalui system dari tingkat bawah hingga atas. Mengapa kurang bijak, justru pendidikan karakter itu secara otomatis menjadi tugas dan diberikan oleh keluarga begitu anak itu dilahirkan dengan segala kelebihan dan kekurangannya, maka tugas dan peran orangtua/keluarga memberi bekal, tuntunan, tauladan terhadap system nilai yang akan dianut seorang anak.
Sekolah juga demikian. Sekolah merupakan pusat kegiatan menanamkan sendi-sendi pendidikan karakter apalagi pendidikan yang mencerminkan Pancasila. Sekali lagi sekolah adalah tempatnya.
C. Manfaat Pendidikan Pancasila bagi pembentukan Pendidikan Karakter
Banyak manfaat yang diperoleh bila telah mematangkan dan mengembalikan sikap mental yang mencerminkan Pancasila dalam rangka pembentukan pendidikan karakter. Bukankah pemerintah telah mencanangkan bahwa nilai JUJUR – CERDAS – TANGGUH – PEDULI telah dimiliki bangsa ini yakni ada pada diri PANCASILA. Dan pendiidikan karakter yang dibentuk dan merupakan identitas bangsa adalah Pendidikan Pancasila. Pendidikan Pancasila dalam pembentukan karakter bangsa semakin sangat dibutuhkan ditengah berbagai gejolak permasalahan di tanah air yang cenderung kian mengaburkan semangat nasionalisme. Generasi penerus, memiliki karakter dan menjunjung budi pekerti dalam semangat kebangsaan, akan kuat bertahan menghadapi goncangan berbagai konflik kepentingan, kultural maupun agama yang semakin gencar menghantam pluralisme dalam negara demokrasi Indonesia. Oleh karena itu komunikasi, sosialisasi dan evaluasi program-program dan kebijakan pendidikan nasional tetap perlu dimaksimalkan untuk mencapai keberhasilan tujuan pendidikan nasional.
3. Penutup
A. Kesimpulan
1. Pendidikan Pancasila mampu membentuk pendidikan karakter
2. Pendidikan Karakter yang mencerminkan Pendidikan Pancasila mampu diimplementasikan mulai dari tingkat atas ke tingkat bawah (top down level) bukan sebaliknya dari bawah ke tingkat atas
3. Manfaat Pendidikan Pancasila bagi pembentukan Pendidikan Karakter pasti mampu mengatasi segala persoalan dan permasalahan yang tejadi.
B. Saran
1. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang tercermin dalam Pendidikan Pancasila
2. Hendaknya seluruh komponen bangsa tidak mudah untuk melupakan nilai-nilai yang terpancar dalam Pancasila bahkan harus memperkuatnya
Daftar Rujukan
Akbar, Yoke. 2010. Ciri-Ciri dan Karakteristik Bangsa Cina, Kumpulan Tugas-Tugas Komunikasi Bisnis. (On Line), (http://yoke-akbar.blogspot.com/2010/02/ciri-ciri-dan-karakteristik-bangsa-cina.html), diakses 24 Mei 2011
Antara News.com, Senin, 2 Mei 2011. Pendidikan Karakter Kuatkan Identitas Bangsa.(OnLine), (http://www.antaranews.com/berita/256713/pendidikan-karakter-kuatkan-identitas-bangsa), diakses 19 Mei 2011
Indra, Agus Mulyadi. 20 Mei 2011. SBY: Pendidikan Karakter Sangat Penting. Kompas.com. (On Line), (http://nasional.kompas.com/read/2011/05/ 20/21473385/SBY.Pendidikan.Karakter.Sangat.Penting). Diakses 20 Mei 2011
Latief. M. 18 Mei 2011. PENDIDIKAN KARAKTER, Arah Pendidikan Karakter Tidak Jelas. Kompas.com. (On Line), (http://nasional.kompas.com /read/2011/05/18/13574380/Arah.Pendidikan.Karakter.Tidak.Jelas). Diakses 18 Mei 2011.
Sudrajat. Ahmad, 15 September 2010. Konsep Pendidikan Karakter. (On Line). (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/). Diakses 20 Mei 2011.