Jumat, 28 Oktober 2011

KEADILAN SOSIAL - MENGEKALKAN PENDIDIKAN TRANSFORMASI: SARJANA PENDIDIKAN USIA DINI MENCIPTAKAN PRINSIP TRANSNASIONAL


Setelah mengikuti tsunami yang sangat merusak di Banda Aceh, Indonesia pada tahun 2004 dimana semua yang ada di sepanjang pantai hilang seorang pendidik usia dini yang terkemuka berkomunikasi untuk minta bantuan seorang sarjana. Dr. Ratna Megawangi seorang Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation meminta bantuan sekelompok sarjana yang kemudian meresponnya. Mereka membicarakan proses membangun kembali 2 Taman Kanak-kanak yang dalam narasi ini digambarkan bagaimana para sarjana menciptakan transformasi kurikulum transnasional pada proyek kelas khusus.

Pendahuluan
Tidak bisa dipungkiri bahwa kejadian dimasa lampau menyinari jalan kita dimasa depan. Kierkegaard mengingatkan kita pada hal tersebut. Pada saat ini hal tersebut diatas sering diabaikan dalam memahami bagaimana hidup sekarang ini menuju masa depan. Oleh karena itu pandangan ini tidak dapat diterapkan dalam pendidikan transformasional. Transformasional didefinisikan sebagai kurikulum yang dirancang untuk mendorong siswa peduli dengan sesama dan membuat perbedaan didunia (Aldiridge & Goldman, 2007). Perjanjian dengan aksi sosial akan menciptakan suatu jendela masa lampau yang menimbulkan memori. Untuk memahami secara menyeluruh tentang kewarganegaraan siswa dikembangkan sebagai pelajar responsif yang berpartispasi dalam memperhatikan kebutuhan orang lain. Keterlibatan dalam aksi sosial membuka pintu refleksi.

Tinjauan Literatur
Pengumpulan kembali keterlibatan aksi sosial adalah pembangunan dasar dan menciptakan kumpulan sejarah yang menawarkan kepada siswa suatu alat yang tidak hanya untuk memahami waktu sekarang ini ketika membentuk hukum moral namun juga memimpikan peran masa depan kewarganegaraan global atau seringkali disebut dengan transnasionalisme. Transnasionalisme adalah kewarganegaraan yang mencakup komunitas lokal, nasional, dan internasional. Melalui proyek aksi sosial yang mempengaruhi perubahan secara global siswa mengembangkan kepekaan kewarganegaraan dan menghadapi identitas (Banks 2008; Knight-abowitz & Harnish, 2006).

Nussbaum (2002) menambahkan bahwa pendidikan ilmu kewarganegaraan adalah alat pendidikan bagi guru untuk mengembangkan beberapa kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai siswa yang secara efektif digunakan dalam komunitas mereka. Ini adalah sekolah asli (Sprague Mitchell, 1934). Terlebih Nussbaum menyatakan bahwa tidak hanya didalam komunitas lokal yang menjadi focus siswa namun juga meningkatkan konsep mereka akan perluasan ide milik negara, daerah, bangsa, dan komunitas global.

Jika guru berencana dan menerapkan kurikulum aksi sosial, sangat penting bagi mereka untuk memberikan model konsep pendidikan kewarganegaraan secara transformatif dan kritis. Mempromosikan hal-hal ideal dari demokrasi, aksi kewarganegaraan, dan aksi sosial transformasional memberikan banyak sekali kesempatan bagi siswa untuk merasakan kewarganegaraan yang mempunyai dimensi keadilan sosial dan secara bersamaan mempelajari semua hal tersebut. Pengalaman memberikan siswa kemampuan untuk menggambarkan karakteristik demokrasi. Siswa yang berperan pada aksi sosial adalag warganegara masa kini, dan masa depan (Banks, 2008; Dewey, 1916; Kincheloe, 2001; Osler, 2005). Jika siswa tidak mempunyai pengalaman pertama aksi sosial, akankah mereka memahami kenyataan kewarganegaraan atau memahami demokrasi?

Demokrasi. Demokrasi adalah adalah hal ideal yang mendasar di Amerika sayangnya hal-hal ideal dari demokrasi dilanggar. Ada jurang yang sangat besar antara menilai demokrasi dan kenyataan keragaman masyarakat di Amerika. Rasisme masih ada di kebudayaan kita, persepsi klise (Savage & Amstrong, 1992; Sunal & Haas, 2008).

Sekolah menjadi tempat terakhir yang paling kurang demokratis di Amerika. Demokrasi jarang direncanakan, diimplementasikan, atau dievaluasi oleh guru. Rezim pembelajaran langsung diharapkan dan diorganisasikan oleh administrator. Pembelajaran kelas secara tradisional adalah usaha otokrasi. Inspirasi, kreativitas, dan kepandaian secara perlahan padam, sementara itu penjual buku teks mempromosikan tulisannya yang menjadi model pembelajaran behaviouris. Sayangnya situasi pembelajaran yang tidak asli ini menyebar ketika perusahaan buku mendapatkan jutaan dari penjualannya namun keterlibatan aksi sosial siswa dalam kewarganegraan semakin berkurang.

Pada akhirnya antara guru dan murid sama-sama kurang demokrasi dan kemudian tidak mempunyai keterampilan, tidak mempunyai moral, dan kemudian tidak terdidik karena dihujani oleh program-program tertulis dan instruksi-instruksi langsung. Pada intinya guru menjadi tidak professional (Aldridge & Goldman, 2007). Para pendidik hidup dalam kontradiksi dan paradok (Wink, 2005). Bagaimana masyarakat mengharapkan siswa menjelaskan demokrasi dan lulus dari sekolah yang membuat seseorang hidup dalam pengalaman yang tidak atau kurang berarti? Emansipasi dari pengajaran yang membatasi dan mempelajari lingkungan, guru dan siswa membutuhkan waktu ketika mengharapkan suatu kedaan yang lebih demokratis. Sehingga kebanyakan ketika siatuasi pendidikan saat ini kelihatan menakutkan bagaimana pendidik yang kritis menghadapi kontradisksi ini? Bagaimana pendidik moncoba pendekatan demokrasi untuk mengajar dan belajar adalah hati aksi sosial transformasional?

Aksi Sosial dan Ilmu Sosial. Salah satu solusi mendasar adalah menghubungkan guru ilmu sosial dan siswa dengan orang-orang serta organisasi dimana aksi sosial dapat membuat suatu perbedaan, hal tersebut menjadi konteks yang sangat berarti bagi siswa. Jika hal tersebut tercapai, keinginan dan hubungan sosial akan menjadi kebiasaan pikiran kita yang dapat menjadi perubahan sosial (Dewey, 1916). Membuat suatu perbedaan untuk orang lain menjadi aksi sosial transformasional baik dalam konteks lokal atau global. Ini menjadi inti ilmu sosial.

Aksi sosial transformasional dapat memberi peringatan bahwa pendidik cenderung mengajar seperti pemikirannya dengan cara membungkus mereka ketika lulus nanti. Sayangnya penggunaan buku teks dan dasar, meminta siswa menjawab pertanyaan dari bacaan dan juga mengerjakan lembaran kerja, dan kemudian menguji mata pelajaran yang diajarkan menjadi model pendidikan saat ini. Fokusnya ada pada tulisan, angka dan penilaian. Pandangan melingkar saat ini yang dibuat oleh penentu kebijaksanaan mendorong guru membuat suatu panggung bagi siswanya dan mereka hanya terhubung dengan satu arah saja, instruksi akademik untuk mengeluarkan pembelajaran bagaimana bertanggung jawab secara sipil atau global (Beaty, 2004; Katz, 1996).

Menyiapkan anak-anak untuk keberhasilan pendidikan masa depan dan hanya berkonsentrai pada fungsi kognitif pada level dasar seperti menghafal dan mengingat kembali, kreatif, refleksi verbal kritis yang secara natural terjadi membuat anak-anak dengan kemampuan-kemampuan penting berhenti berkembang. Dengan tekanan akademis yang lebih daripada penemuan dunia sekitar mereka para pelajar kehilangan kesempatan emas untuk mengembangkan arti, mengembangkan bahasa, dan mengiterpretasikan pengalaman sosial, emosi, dan kognitif. Kincheloe (2001) menjelaskan bagaimana memposisikan ilmu sosial pada level apapun dapat bersifat menantang dan menghasilkan aksi sosial. Konsepnya melibatkan pengajar yang membantu siswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sosial agar dapat menganalisa dan membangun dirinya sendiri serta pengetahuan sosial melalui keterlibatannya di aksi sosial.Oleh karena hal tersebut siswa mempunyai alat kognitif untuk menanyakan pertanyaan dan menegarahkan dirinya sendiri. Sangat aneh bahwa ada beberapa pengelola sekolah sepertinya tidak peduli bahwa pusat pelatihan demokrasi ada di sekolah.

Jika siswa terlibat dalam pendidikan yang berorientasi aksi sosial transformasional, siswa memperhatikan kepemilikan sipil mereka pada level global dan lokal. Demokrasi menjadi asli, aktif, dan menantang (Sunal & Haas, 2008). Siswa bersama dengan pengajarnya memprediksi bagimana aksi sosial berhubungan dengan keadilan dan kesetaraan . Ini adalah satu cara bagaimana aksi sosial memungkinkan (Kincheloe, 2001).Konseptualisasi diatas menjadi dasar studi ini. Pertanyaan yang muncul adalah Bagaimana guru memasuki tugas para sarjana pendidikan usia dini untuk mengubah kurikulum membaca dan diskusi menjadi transnasional, proyek aksi sosial transformasional?

Metode
Desain naratif, interpretatif dipilih dalam studi kualitatif ini (Denzin, 1989). Sebagai peniliti, kami mencari pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa yang masuk dalam tugas menciptakan kurikulum transformatif, aksi sosial dan transnasional melalui proses proyek kelas pilihan yang diterapkan pada kelas membaca. Kami mencari kepastian cara 12 pengajar/sarjana sebagai partisipan mengkarakteristikkan bagaimana kemajuan mereka dalam membuat keputusan tentang proyek penciptaan transnasional setelah membaca masalah pendidikan transformatif

Setelah mengumpulkan data kami memutuskan desain studi kasus mungkin menjadi metode yang lebih baik untuk menginterpretasikan temuan dan menjelaskan bagaimana kami memahami masalah saat ini pada suatu mata kuliah. Studi kasus berjalan pada tiga prinsip: menggambarkan, memahami, dan menjelaskan (Yin, 1989). Dengan menggunakan metode studi kasus para peneliti mencoba memberikan pengalaman yang seperti nyata kepada para pembaca (Merriam, 1998). Diskripsi adalah usaha menjelaskan degan jelas sebuah narasi kepada pembacanya. 12 partisipan diatur dalam sebuah studi kasus dengan inti masih desain penelitian naratif.

Partisipan
Partisipannya adalah 12 orang peneliti yang masuk dalam program sarjana pendidikan usia dini di Universitas Southeastern. Mereka semua adalah peneliti veteran. Untuk meneliti pertanyaan peneliti pada studi ini, para peneliti merancang dan menganalisa studi secara terperinci. Nama samaran digunakan pada semua siswa dengan pengecualian Marcie Hill seorang siswa dalam kelas, anggota pengecekkan, dan asisten penulis untuk studi ini.

Kumpulan Data
Guru partisipan memberikan respon pada papan diskusi elektronik. Interaksi email , foto, artikel koran, catatan lapangan, dan jurnal reflektif disimpan oleh peneliti dan partisipan. Rekapitulasi tertulis yang dilakukan oleh anggota kelas mengenai “cultural capital” dan tugas akhirnya dikumpulkan oleh guru partisipan dijadikan sebagai kumpulan data

Analisa Data
Para peneliti menggunakan metode interpretif dan induktif untuk menganalisa kumpulan data. Peneliti berulangkali membaca setiap data. Secara independent dan bekerjasama kami mengembangkan kode awal atau menggolongkan data (Denzin, 1989). Untuk mengidentifikasi tema yang penting pada data, kami menggunakan elemen penggelompokkan dan mengkatagorikan mereka sampai kami memutuskan tema untuk kami bertiga. Penekanan kata yang berkode adalah skema yang digunakan untuk mengidentifikasi tema.

Para peneliti menggunakan studi kasus dengan pendekatan naratif namun juga menggunakan data kedalam analisa interpretif. Yin (1994) menekankan bahwa peneliti studi kasus beroperasi sebagai rekan penyelidik pada saat mata kuliah pengumpulan data. Proses dimulai dari masalah dan diikuti dengan pengembangan studi kasus. Metode studi kasus digunakan untuk meneliti situasi saat ini yang beragam dan memberikan dasar bagi aplikasi ide dan pengembangan metode. Peneliti Yin (1994) mendefinisikan studi kasus sebagai permintaan metode sistematis empiris yang digunakan oleh peneliti untuk menyelidiki fenomena kontemporer pada konteks asli, terutama ketika batasan antara fenomena dan konteks bukan menjadi bukti yang jelas. Metode ini kelihatannya sangat sesuai untuk kumpulan data dengan interaksi antara para sarjana/guru veteran, dan Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation (IHF) Dr. Ratna Megawangi. IHF adalah organisasi non pemerintah, politik, agama yang mencari untuk menyiapkan pengajar agar sesuai dengan program usia dini diseluruh Indonesia. Area focus utamanya pada proyek transnasional adalah Banda Aceh yang menjadi area terparah pada tsunami 26 desember 2004.

Untuk mempromosikan kepercayaan, Lincoln danGuba (1985) menyarankan suatu prosedur untuk membuat daftar orang luar yang mengaudit catatan lapangan dan analisa serta interpretasi yang berkelanjutan. Triangulasi antara data dan literature telah selesai. Anggota mengecek yang terjadi dengan ketepatan setengah partisipan yang ada dalam kelompok untuk memastikan validitas data (Lincoln & Guba, 1985). Marcie Hill mengumpulkan semua posting elektronik antar 10 orang temannya/guru veteran dan Dr. Megawangi mengenai proyek sekolah Banda Aceh. Dia membaca dan mengomentari analisa dan makalah akhir. Marcie Hill menyimpan kumpulan data posting email dan membagikan kumpulan data pada kami untuk menganalisa tujuan dan makalah penelitian ini.

Temuan
Dimulai dengan proses membaca dan membaca ulang kumpulan data mentah kami mengelompokkan data dan membentuk katagori awal serta kemudian pada akhirnya mengidentifikasikan pola serta tema akhir (denzin, 1989; Yin, 1994). Para peneliti dan Marcie Hill menyepakati tema yang sudah diidentifikasi secara induktif. Bagaimanapun juga anggota pengecek yang lain menguatkan analisa dan mengidentifikasi tema seperti halnya memberikan tema ketahanan inter-rater.

Empat tema bisa diidentifikasi dari data yang sudah dianalisa. Studi kasus dianalisa seperti halnya data mentah. Tema yang diidentifikasi adalah sebagai berikut: Niat untuk Merubah, Menghargai Modal Kultural, Rencana untuk Merubah, dan Melakukan Aksi. Meskipun kami mencoba untuk memberikan pengalaman yang seperti nyata tentang bagaimana suatu kasus dibuka dan menjadi proyek aksi sosial transformasi yang fenomenal, pengalaman yang teringat oleh partisipan akan membayangi usaha edukatif mengabadikan aksi sosial transformasional kedalam kurikulum sekolah dasar mereka dimasa depan. Oleh karena itu pembaca bisa mendapatkan bagaimana para sarjana mendapatkan pengalaman serta merefleksikannya, dan mengabadikan proyek aksi sosial pada saat mengajar. Karena pengalaman mereka yang sangat mendalam dan komponen kelas yang reflektif pengajar veteran yang menjadi partispan melihat nilai untuk melakukan aksi kewarganegaraan dan dalam proyek transnasional bagi siswanya pada saat mengajar.

Niat untuk Merubah. Pada kenyataan bahwa hampir 1,000 guru meninggal atau hilang pada saat tsunami di Banda Aceh Indonesia akhir bulan Desember tahun 2004. Para guru yang selamat menderita gangguan stress traumatis karena kehilangan anak, suami, orang tua, keluarga, saudara, dan teman-temannya. Situasi ini sangat parah. Anak-anak yang mengalami bencana tsunami di Banda Aceh masuk sekolah kembali satu bulan kemudian. Bencana yang utama adalah sebuah sekolah mempunyai 250 siswa. Menurut Dr. Megawangi satu bulan setelah tsunami tersebut mengatakan bahwa “Hanya 2 siswa yang datang pada hari pertama sekolah “. Kebanyakan sekolah di Banda Aceh mengalami kondisi yang sama. Informasi ini disampaikan melalui email dari Dr, Megawangike Marcie Hill.Marcie adalah koresponden utama dari mata kuliah para sarjana.
Kelas para sarjana yang terdiri dari 12 orang pengajar mempunyai niat untuk melakukan sesuatu bagi siswa di ujung dunia lain. Memasuki musim semi 2005 di “EDC 720 Problems and Issues,” setelah tsunami Aceh Dr. Aldridge mengenal pendidik usia dini terkenal Dr. Ratna Megawangi (IHF). Dia menjadi pengikat virtual antara Marcie dan para sarjana/guru veteran. IHF terlibat pada pembangunan dan mendorong kualitas program taman kanak-kanan diseluruh Indonesia termasuk pesisir pantai Banda Aceh. Para sarjana pendidikan usia dini termasuk Dr. Aldridge mengetahui bahwa untuk mengepak bahan ajar, buku, dan sumber-sumber yang lain akan memakan banyak waktu dan mungkin tulisannya tidak berbahasa Indonesia, Melayu, atau bahasa lain yang digunakan di Banda Aceh. Hal tersebut bukanlah menjadi pilihan untuk bantuan darurat.

Untuk mempromosikan kepercayaan, Lincoln dan Guba (1985) menyarankan prosedur untuk mendaftar luar catatan lapangan "audit" dan analisis berikutnya dan interpretasi. Triangulasi antara data dan dengan literatur itu dilakukan. Anggota cek terjadi dengan kira-kira setengah dari peserta dalam kelompok untuk memastikan validitas data (Lincoln & Guba, 1985). Marcie Bukit mengumpulkan semua posting elektronik asinkron antara 10 nya rekan / guru veteran dan Dr Megawangi dan tentang proyek sekolah Banda Aceh. Dia membaca dan mengomentari analisis dan pada kertas akhir. Marcie Bukit menyimpan data set posting email dan berbagi data set dengan kami untuk tujuan menganalisis dan makalah penelitian ini.

Penghormatan untuk modal budaya. Meskipun kami memperingatkan mahasiswa pascasarjana kami untuk secara khusus dokumen yang tema diidentifikasi dan tidak ajaib muncul, tema ini memang tampaknya muncul seperti yang mudah untuk mengidentifikasi. Modal budaya segudang tanggapan yang dihasilkan karena, sebagai sebuah kelas, para guru veteran memutuskan untuk kolektif menulis kertas dengan referensi dari teori kritis tentang bagaimana bekerja dengan keluarga-keluarga tertinggal di masyarakat dan bagaimana membuat modal budaya prioritas. Melalui posisi mereka menghormati, mereka ingin menghormati ibukota budaya masyarakat di Banda Aceh. Mereka belajar bahwa modal budaya membantu pelajar muda sangat karena menunjukkan rasa hormat dan pengertian bagi mereka dan keluarga mereka, dan mahasiswa pascasarjana menyadari banyak dari apa yang (1988) wawasan Greene mengungkapkan: Tujuan utama dari belajar adalah untuk membantu siswa dan guru menciptakan makna dalam kehidupan mereka. Guru harus menantang "diambil untuk diberikan," yang diberikan, terikat, dan terbatas. Pengetahuan tumbuh dari keyakinan yang telah mengalami refleksi. Kita harus membangkitkan dalam rangka untuk melanjutkan upaya kami untuk membangun sebuah saja, kasih sayang, dan demokrasi bermakna. Tujuan pendidikan: memiliki anak datang untuk memahami bahwa belajar adalah untuk mengembangkan bakat intelektual mereka. Teori pengetahuan adalah segala sesuatu yang membantu kita untuk mengetahui diri kita sendiri dan di dunia di mana kita hidup. (Hlm. 54-69) Setelah Marcie menghubungi Dr Retna Megawangi melalui email tentang apa yang dia lihat sebagai kebutuhan yang paling mendesak, ia menjawab bahwa begitu banyak anak dan guru menderita depresssion dan post-traumatic stress. Setiap informasi tentang bagaimana untuk menangani dengan baik dari titik pandang anak atau cara-cara untuk membantu orang dewasa akan sangat membantu. Dia tidak punya waktu untuk mencari informasi ini. Berurusan dengan hari-hari adalah menjaga agar tekanan begitu sibuk dan lelah. Mengambil pemikiran yang menonjol dari karya Posner (1992), para peserta guru direkam pikiran-pikiran penting: Siswa adalah bagian dari sebuah realitas budaya dan linguistik. Semua pengetahuan dihargai. Tujuan untuk kelas ini adalah untuk membangun selfesteem untuk hidup. Peran guru adalah untuk berkomunikasi minat dan kesediaan untuk menggabungkan realitas siswa ke dalam kurikulum. Guru datang menjadi tahu dan menjadi aktif dalam masyarakat di mana mereka mengajar. Dalam pertukaran email awal antara Hill dan Dr Marcie Megawangi, Marcie wrote: Harap diingat bahwa kami [kelas anak usia dini pascasarjana] ingin peka terhadap budaya orang-orang Anda. Kami mengirimkan hal-hal yang guru dan orang tua gunakan di sini di Amerika Serikat. Mereka mungkin atau mungkin tidak sesuai untuk Anda, siswa Anda, dan kebutuhan Anda. Kami harap Anda mengerti. Karena studi pedagogi kritis, mahasiswa pascasarjana anak usia dini menyadari dan mengambil hati-hati mempertimbangkan ibukota budaya masyarakat. Mereka tahu bahwa penderitaan keluarga begitu cepat terpecah di Banda Aceh mungkin perlu sesuatu yang sangat berbeda dari orang di sini di Amerika Serikat.

Rencana untuk perubahan. Sebagai Marcie adalah anggota kelas yang dipilih ke email Dr Megawangi, ia harus menjelaskan kepadanya betapa tak berdaya kelas merasa. Namun, mereka tidak berpikir tentang pengiriman bahan-bahan untuk membantu anak-anak dalam keadaan kesedihan tak tertahankan karena kehancuran yang mengerikan. Dalam interaksi email, Dr Megawangi menyarankan bahwa mahasiswa pascasarjana bisa mencari dan mengirim situs yang tepat untuk anak-anak dalam kesedihan dan trauma. Waktu mulai cepat menjadi hambatan besar bagi Dr Megawangi untuk menghadiri untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, sehingga memiliki bantuan dari mahasiswa pascasarjana di AS akan menjadi sarana yang sangat efektif untuk membantunya. Dr Megawangi juga dengan rendah hati meminta bahan-bahan untuk membantu anak-anak muda untuk mengatasi kesedihan dan trauma karena ia juga berencana untuk menyiapkan guru-guru anak usia dini yang tertinggal untuk membantu anak-anak terkena di Banda Aceh. Dia juga ingin membantu para guru yang mengalami kedalaman kesedihan bagi keluarga mereka dan siswa mereka. Ini adalah potongan singkat dari email Dr Megawangi: Ini mengerikan. Karena kami tidak memiliki pengalaman untuk mempersiapkan para guru untuk menangani anak-anak dengan pengalaman tsunami traumatis, saya ingin mendapatkan beberapa informasi tentang kegiatan khusus / bermain untuk anak-anak di kelas (terapi bermain di ruang kelas) dan informasi lain bagaimana menangani anak traumatis. Kami akan melatih guru-guru TK dan SD. Jika Anda bisa mengirim kami bahan-bahan kepada kami, itu akan sangat dihargai. Email ini dibaca berulang-ulang. Set pertama bahan internet dikirim dari mahasiswa pascasarjana itu dari daftar Universitas Tufts situs yang sangat direkomendasikan untuk membimbing Dr Megawangi. Menariknya dan kebetulan, Dr Megawangi mencatat dalam email berikutnya kembali ke Marcie Bukit bahwa ia meraih gelar PhD di Tufts University. Dia senang tentang fakta bahwa set pertama bahan berasal dari almamater nya. Dia menanggapi Marcie, "Saya terkejut bahwa Tufts telah itu, karena aku mengambil saya MA dan gelar PhD di Tufts University." Dia senang dengan informasi dan berbicara tentang kegunaannya. Para mahasiswa pascasarjana mengambil ini sebagai suatu tanda yang menakjubkan bahwa mereka di jalur yang benar. Mereka melihat ini sebagai sinkronisitas. Apa yang mereka lakukan adalah memang diperlukan transnasional, aksi sosial transformatif.

Mengambil tindakan. Selanjutnya, dua belas mahasiswa pascasarjana anak usia dini mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok mencari bahan di situs Web yang akan membantu Dr Megawangi. Lain pratinjau mereka, disaring lagi situs untuk memastikan bahwa masing-masing sesuai dengan tahapan perkembangan, berguna, dan budaya sensitif. Setelah bahan yang dianggap cocok, bahan atau website yang dikirim ke Marcie yang kemudian disintesis material dan dikomunikasikan website untuk Dr.Megawangi. Mereka ditargetkan usia anak-anak dari pra-TK sampai usia dua belas. Satu situs web tertentu, Diambil Bersama, menawarkan sumber daya serta tinjauan literatur tentang penggunaan seni sebagai sarana untuk berurusan dengan kesedihan pada anak-anak. Presentasi PowerPoint, menggambar mandala, dan menciptakan kotak memori hanya beberapa ide terapi dijelaskan di situs web dengan ahli. Di Scholastic. com, para peserta lulusan menemukan salinan dari artikel sebelumnya diterbitkan dalam Majalah Instruktur dan ditulis oleh Dr Bruce Perry. Mereka pikir ini sangat menonjol. Begitu pula Dr Megawangi. Akhirnya, website lain yang sangat membantu terhadap keinginan Dr Megawangi untuk membantu guru dan siswa berurusan dengan duka disebut Beyond Indigo. Situs rumah banyak link dimana informasi baik yang tersedia untuk membantu menangani orang dengan kesedihan. Sungguh, ini tidak signifikan dengan besarnya kebutuhan sehari-hari menekan dia dapatkan. Setelah proyek ini awal terpenuhi, mahasiswa pascasarjana/ peserta brainstorming cara-cara lain untuk membantu Dr Megawangi dan rekan-rekannya untuk membangun kembali program pendidikan guru. Para mahasiswa pascasarjana meminta Dr Megawangi untuk mengirim permintaan lebih lanjut ia karena mereka masih ingin membantunya dengan perselisihan yang sedang berlangsung bahwa dia diekspresikan melalui email ke Marcie. Ketika Dr Megawangi mengirimkan proposal ke kelas pascasarjana untuk membangun TK Semai Benih baru yang disebut Bangsa dan diterjemahkan "Menanam Benih Bangsa," diendapkan judul tawa kecil, karena ide pertama tentang pengiriman benih, dan sekarang biji dimaksud taman kanak-kanak nyata. Proposal lima halaman itu ringkas dan terperinci. Pada awalnya, tampaknya luar biasa. Hal ini cukup mengejutkan bagi mahasiswa pascasarjana untuk menerima proposal untuk membangun sekolah, terutama gagasan mereka sekolah. Tapi begitu Ulasan, lulusan kelas guru adalah percaya total pada betapa kecilnya uang AS benar-benar diperlukan untuk hanya memenuhi permintaan proposal. Ide dan kegembiraan berlimpah. Ini adalah solusi pertama untuk masalah ini. Setiap Juni, universitas tenggara di mana mahasiswa pascasarjana menghadiri memiliki membaca tahunan dan konferensi lembaga / menulis. Salah seorang mahasiswa pascasarjana mengusulkan mereka bisa mengumpulkan dana pada konferensi dari peserta konferensi yang hadir. Mereka melakukannya. Dan mereka benar-benar melakukannya! Selain itu, sekelompok gadis muda dalam kelompok matematika memberikan kontribusi melalui aksi sosial mereka, proyek transnasional. Jumlah total yang diperlukan untuk sekolah itu dicapai. Bahkan, itu sudah berakhir tercapai, karena donor murah hati lainnya. Kelas dikirim cukup uang untuk Dr Megawangi sehingga ia dan pondasi nya bisa membangun dua sekolah di Banda Aceh, Indonesia. Kedua sekolah diberi nama untuk orang-orang di daerah kami. Satu bernama untuk 96 ibu profesor itu tentu saja tahun dan yang lainnya untuk yang lain profesor penuh-yang mendirikan institut / konferensi di mana konferensi itu membuat sumbangan substansial untuk membangun sekolah-sekolah.

Diskusi
Ini kisah sukses transnasional, aksi sosial transformatif melahirkan lulusan peserta untuk melaksanakan penelitian sosial transformasional/ aksi sosial pembelajaran ke dalam kurikulum sekolah dasar mereka. Marcie Bukit mengajar di daerah pedesaan timur laut dari wilayah metropolitan besar di mana universitas tenggara terletak Dia terlibat siswa dalam diskusi tentang apa yang dicapai rekan pascasarjana nya karena hanya 12 siswa. Siswa fourthgrade nya memulai proyek aksi sosial seperti drive makanan untuk siswa kemiskinan di komunitas sebelah. Kelasnya disponsori kampus Program bersih-bersih. Sejak Marcie memiliki anggota keluarga yang bertugas di Irak, herstudents brainstorming cara-cara di mana mereka bisa membantu dia dan pasukannya. Hal ini mudah untuk membayangkan bahwa pengalaman menjadi warga lokal atau global dan mengambil aksi sosial transformatif bercabang menjadi mahasiswa pascasarjana / ruang kelas guru. Contoh-contoh ini dipenuhi ekspresi masa lalu Dewey (1916) dan teori kontemporer dan Kincheloe Tobin (2005) bahwa ilmu sosial siswa mulai dengan berefleksi pengalaman kewarganegaraan dalam tindakan. Mereka kemudian bergerak di luar dengan memberlakukan kewarganegaraan global dan pedagogi transformasional yang kontekstual terhubung ke demokrasi dan manusia.

Temuan
Para mahasiswa pascasarjana dijelaskan mengajar mereka, namun, tidak semua berada di tingkat transformasional. Empat masih digambarkan lebih dari transaksi dan model kewarganegaraan mengajar. Untuk sebagian besar, lebih dari setengah (n = 8) Namun, dijelaskan transformatif, proyek-proyek aksi sosial di mana mereka tenggelam mahasiswa mereka ke dalam dan tercermin pada pengalaman. Dari pengalaman mereka didokumentasikan, para peneliti proyek bahwa mahasiswa pascasarjana akan lebih yakin untuk memberlakukan ajaran transnasional untuk aksi sosial transformatif. Para mahasiswa pascasarjana/ guru diucapkan bagaimana mereka melihat diri mereka sebagai warga dunia dengan peran penting untuk bermain untuk kebaikan umat manusia. Setelah refleksi lebih lanjut mengenai tindakan sosial transnasional, mereka menggambarkan bagaimana membawa mereka untuk membenamkan mereka ke dalam proyek-proyek siswa aksi sosial (Dewey, 1916; Fullinwider, 1991; Kincheloe, 2005). Peserta menggambarkan bagaimana, dalam perkiraan mereka, siswa SD mereka akan menjadi pelayan yang lebih baik untuk teman sekelas dan tampak berbicara dalam hal yang lebih welas asih terhadap orang lain selama belajar topik di kelas. Tampaknya seolah-olah video yang lebih tua, Pay It Forward, datang langsung ke pikiran.

Implikasi
Dilibatkan dalam aksi sosial transnasional dan transformatif adalah penting jika peserta didik untuk menjadi warga, kompeten yang dewasa (Bank, 2008; Knight-Abowitz & Harnish, 2006). Namun, keterbatasan dan variabel masuk ke dalam setiap konteks seperti mengapa dan bagaimana sebagian besar peserta bergerak dari tingkat kewarganegaraan tindakan transformasi sosial pada tingkat transnasional karena pengalaman perendaman.
Sulit untuk menentukan apakah persimpangan situasi hidup, kursus-kursus lain yang diambil selama program pascasarjana mereka, kedalaman refleksi, atau variabel tak terduga lainnya terinspirasi guru lulusan/ peserta untuk memberlakukan pedagogi transformasional dalam kurikulum sekolah mereka karena pengalaman dalam program pascasarjana mereka.
Cara lain, untuk sebagian besar, para peserta lulusan diperluas dalam memberlakukan dan mengabadikan aksi sosial transformatif/ pedagogi transnasional. Proyek dengan Dr Megawangi di Banda Aceh adalah akibat dari bencana. Kadang-kadang, kita duduk dalam kenyamanan bertanya-tanya apa yang bisa kita lakukan untuk membantu daripada mengirim uang. Dalam hal ini, 12 mahasiswa pascasarjana di education, dan Dr Aldridge diundangkan aksi sosial transnasional untuk membuatnya mungkin untuk memenuhi permintaan, sederhana namun diperlukan oleh Dr Megawangi untuk membantu peserta didik anak usia dini dan guru mereka yang berada dalam situasi putus asa.
Perubahan sosial adalah lintas bangsa mungkin (Kincheloe, 2001), dan dua sekolah dibangun di Banda Aceh, Indonesia. Studi kasus tertentu mengabadikan prinsip-prinsip aksi sosial transnasional. Ini adalah contoh kasus. Pada dasarnya, hal itu terungkap dalam mode sinkronistis. Setiap orang yang terlibat menjadi bermakna terkait. Reproduksi aksi sosial transnasional terjadi di dalam ruang kelas dimana guru/ peserta membayangkan peran mereka sebagai tempat pelatihan untuk kewarganegaraan di, regional, nasional, dan lingkungan global.

Jumat, 21 Oktober 2011

Pengembangan Materi Ajar Sejarah

PENGEMBANGAN MATERI AJAR SEJARAH

A. PENDAHULUAN
Berdasarkan PERMENDIKNAS 23 TAHUN 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan pasal 1 ayat 2 bahwa Standar Kompetensi Lulusan meliputi:
1. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL – SP)
2. Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SKL – KMP)
3. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL – SP) Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/ MAK dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Adapun Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) untuk SMK/MAK selengkapnya bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
5. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
15. Mengapresiasi karya seni dan budaya
16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
21. Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
22. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
23. Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya
Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SKL - KMP) terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
a. Agama dan Akhlak Mulia;
b. Kewarganegaraan dan Kepribadian;
c. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
d. Estetika;
e. Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.
Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SKL – KMP) dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan/ atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran, yakni:
a. Kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia bertujuan: membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan.
b. Kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian bertujuan: membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
c. Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bertujuan: mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
Pada satuan pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan
d. Kelompok mata pelajaran Estetika bertujuan: membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
e. Kelompok mata pelajaran Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan bertujuan: membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

Dalam penulisan yang dibatasi pada lingkungan satuan pendidikan di SMK/MAK dapat dijabarkan Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SKL – KMP) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang secara spesifik dikategorikan ke dalam kelompok mata pelajaran Adaptif untuk masing-masing satuan pendidikan selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Membangun dan menerapkan informasi, pengetahuan, dan teknologi secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif secara mandiri
3. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
4. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek
5. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
6. Menunjukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing
7. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi
9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
10. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
11. Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya

Selanjutnya di bawah ini lebih mengkerucut dijabarkan lebih rinci mengenai Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajarn (SKL – MP) khusus pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada satuan pendidikan di SMK/ MAK yang berlaku untuk semua kelompok (Bidang Studi Keahlian) yakni:
a. Memahami konsep-konsep interaksi antarindividu serta interaksi dengan lingkungan masyarakat sekitar
b. Memahami proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat hingga terjadinya kebangkitan nasional
c. Memahami konsep kebutuhan manusia akan barang serta memahami proses-proses dasar ekonomi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
d. Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial ekonomi
e. Memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai sosial, budaya, dan kemanusiaan
f. Mampu berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.

Adapun 6 Bidang Studi Keahlian di SMK/ MAK dapat digolongkan antara lain:
1. Bidang Studi Keahlian Teknologi dan Rekayasa
2. Bidang Studi Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi
3. Bidang Studi Keahlian Kesehatan
4. Bidang Studi Keahlian Seni, Kerajinan dan Pariwisata
5. Bidang Studi Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi
6. Bidang Studi Keahlian Bisnis dan Manajemen

Sedangkan penulis saat ini mengajar di SMK Negeri 3 Malang yang terdiri dari 2 (dua) Bidang Studi Keahlian yakni:
1. Bidang Studi Keahlian Seni, Pariwisata yang terdiri dari:
a. Program Studi Keahlian : Pariwisata
Kompetensi Keahlian : Akomodasi Perhotelan
b. Program Studi Keahlian : Tata Boga
Kompetensi Keahlian : Jasa Boga

c. Program Studi Keahlian : Tata Busana
Kompetensi Keahlian : Busana Butik
d. Program Studi Keahlian : Tata Kecantikan
Kompetensi Keahlian : - Kecantikan Kulit
- Kecantikan Rambut
2. Bidang Studi Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi
a. Program Studi Keahlian : Teknik Komputer dan Informatika
Kompetensi Keahlian : Teknik Komputer dan Jaringan

Dapat dijelaskan sekali lagi bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMK/MAK mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, dan Antropologi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat. Kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Mata pelajaran IPS di SMK/MAK matari ajar yang mencakup disiplin ilmu sejarah hanya menyajikan 1 (satu) Standar Kompetensi yang terdiri dari 2 (dua) Kompetensi Dasar di kelas X semester 1. Itu artinya sejarah hanya disajikan 14.3 % saja dari tujuh sajian Standar Kompetensi dengan alokasi waktu 12 x 45 menit atau 6 kali pertemuan hal ini seperti yang tercantum dalam silabus pada LAMPIRAN I.

B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan ini pada dasarnya ingin mengetahui sampai sejauh mana implementasi dan arah pengembangan materi ajar mata pelajaran IPS di SMK/MAK
C. IMPLEMENTASI MATA PELAJARAN IPS DI SMK/MAK
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja. Implikasinya dijabarkan pada struktur kurikulum yang selanjutnya dibreakdown khusus pada mata pelajaran IPS. Adapun Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
2. Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Manusia, tempat, dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
4. Sistem sosial dan budaya.

Membaca ruang lingkup di atas dapat diberi kesimpulan bahwa IPS di SMK meliputi disiplin ilmu Antropologi, Geografi, Sejarah, eknomi dan Sosiologi. Sebaliknya apabila menganalisis uraian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS di SMK pada Tabel 1 tidak diketemukan secara eksplisit mengenai materi yang menyangkut tentang Geografi. Namun demikian tidak menutup kemungkinan dapat dikembangkan secara terintegrasi dan komprehensif pada disiplin ilmu sejarah yang ada pada Standar Kompetensi (2) yang terdiri dari 2 Kompetensi Dasar (2.1.) dan (2.2.) sehingga diharapkan pada SK dan KD tersebut dapat disajikan lebih menarik pada arah pengembangan materi ajar.


TABEL 1
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
MATA PELAJARAN IPS
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami kehidupan sosial manusia
1. 1 Mengidentifikasi interaksi sebagai proses sosial
1. 2 Mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian
1. 3 Mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial
2. Memahami proses kebangkitan nasional
2. 1 Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat, serta pengaruh yang ditimbulkannya di berbagai daerah
2. 2 Menguraikan proses terbentuknya kesadaran nasional, identitas Indonesia, dan perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia
3. Memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, kelangkaan dan sistem ekonomi 3. 1 Mengidentifikasi kebutuhan manusia
3. 2 Mendeskripsikan berbagai sumber ekonomi yang langka dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas
3. 3 Mengidentifikasi masalah pokok ekonomi, yaitu tentang apa, bagaimana, dan untuk siapa barang dan jasa diproduksi
4. Memahami konsep ekonomi dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi konsumen dan produsen termasuk permintaan, penawaran, keseimbangan harga, dan pasar

4. 1 Mendeskripsikan berbagai kegiatan ekonomi dan pelaku-pelakunya
4. 2 Membedakan prinsip ekonomi dan motif ekonomi
4. 3 Mendeskripsikan peran konsumen dan produsen
4. 4 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran
4. 5 Menjelaskan hukum permintaan dan hukum penawaran serta asumsi yang mendasarinya
4. 6 Mendeskripsikan pengertian keseimbangan dan harga
4. 7 Mendeskripsikan berbagai bentuk pasar, barang dan jasa
5. Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial 5. 1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk struktur sosial dalam fenomena kehidupan
5. 2 Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat
6. Mendeskripsikan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural
6. 1 Mendeskripsikan berbagai kelompok sosial dalam masyarakat multikultural
6. 2 Mendeskripsikan perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural
6. 3 Mendeskripsikan keanekaragaman kelompok sosial dalam masyarakat multikultural
7. Memahami kesamaan dan keberagaman budaya
7. 1 Mengidentifikasi berbagai budaya lokal, pengaruh budaya asing, dan hubungan antarbudaya
7. 2 Mendeskripsikan potensi keberagaman budaya yang ada di masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional
7. 3 Mengidentifikasi berbagai alternatif penyelesaian masalah akibat adanya keberagaman budaya
7. 4 Menunjukkan sikap toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya

D. ARAH PENGEMBANGAN
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
1. Standar Kompetensi
Kode SK : 2. Memahami proses kebangkitan nasional
2. Kompetensi Dasar
Kode KD : 2.1. Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat, serta pengaruh yang ditimbulkannya di berbagai daerah
3. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan Kompetensi Keahlian yang ditempuh oleh setiap peserta didik. Adapun jabaran tujuan pembelajaran untuk Kompetensi Dasar di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
NO KOMPETENSI KEAHLIAN TUJUAN PEMBELAJARAN RANAH KOGNITIF
1 Akomodasi Perhotelan 1.1. Peserta didik dalam kelompok melalui diskusi menganalisis rute perjalanan bangsa eropa ke Nusantara C5
2 Jasa Boga 2.1. Peserta didik dalam kelompok dapat menunjukkan penyebab kedatangan Bangsa Eropa ke dunia Timur sangat membutuhkan rempah-rempah C3
3 Busana Butik 3.1. Peserta didik dalam kelompok mempertentangkan 2 teori yang berbeda yakni heliocentris dan geocentris melalui debat C4


4 Kecantikan Kulit dan Rambut 4.1. Peserta didik memberikan contoh bangsa-bangsa Eropa yang pernah menjelajah samudera melalui diskusi C2
5 TKJ 5.1. Peserta didik dalam kelompok mencari informasi melalui browsing internet tentang latar belakang imperealisme dan kolonialisme bangsa-bangsa Eropa
5.2. Peserta didik membuat karangan singkat dengan tema Perlawanan terhadap Praktik Imperialisme di daerah-daerah C2



C5



4. Sub Topik/ Materi Pokok
Sub Topik/ Materi Pokok adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Sub topik dapat dikembangkan secara komprehensif dengan memperhatikan integrasi disiplin ilmu yang relavan, dalam hal ini seperti disiplin ilmu geografi dan/ atau ekonomi
a. Teori Heliocentris dan Geocentris
b. Latar belakang penjelajahan samudera bangsa-bangsa Eropa
c. Kolonialisme dan Imperealisme di Indonesia

5. Referensi yang Relevan
Referensi merupakan sumber belajar yang dapat mendukung memberikan informasi yang relevan bagi peserta didik dalam beraktifitas belajar. Adapun referensi yang digunakan antara lain:
a. Ilmu Pengetahuan Sosial: Untuk SMK. Nur Wahyu Rochmadi. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
b. Mari Belajar IPS 1 Untuk SMP/MTs Kelas VII. Muh. Nurdin, S.W. Warsito dan Muh. Nursa’ban. Jakarta. Pusat Perbukuan Depdiknas. 2008
c. Sudut Bumi IPS Terpadu: Untuk SMP / MTs Kelas VII. Kurtubi. Jakarta. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
d. Browsing internet dengan topik yang relevan yakni imperealisme dan kolonialisme bagsa Eropa di Indonesia

E. PENUTUP
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran IPS secara terpadu di SMK/MAK dengan baik, menuntut kerja keras para guru yang tergabung dalam tim guru mata pelajaran IPS dalam penguasaan konsep dan ketrampilan dalam menerapkan model-model pembelajaran terpadu yang di dalamnya mencakup:
(1) perencanaan pembelajaran IPS terpadu,
(2) model/pendekatan/strategi pembelajaran IPS terpadu, dan
(3) model-model penilaian pembelajaran IPS terpadu.













DAFTAR RUJUKAN


Blog Biologi Biologi Online. http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/. Diunduh Senin 17 Oktober 2011.
Online Library. http://perpustakaan.bandung.lan.go.id/index.php?p=show_ detail&id =3277. Diunduh Senin 17 Oktober 2011.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Rochmadi , Nur Wahyu. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial: Untuk SMK. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional,



ANATOMI ILMU EKONOMI

Tugas Mata Kuliah Pengembangan Materi Ajar Ekonomi,GeografiYang dibimbing Oleh Bapak Prof. Dr. Wahyudi

Jumat, 14 Oktober 2011

TEORI KONSENTRIS, TEORI SEKTOR DAN TEORI TEMPAT YANG SENTRAL

TEORI KONSENTRIS, TEORI SEKTOR DAN TEORI TEMPAT YANG SENTRALTEORI KONSENTRIS, TEORI SEKTOR DAN TEORI TEMPAT YANG SENTRAL



UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENGEMBANGAN MATERI AJAR GEOGRAFI
yang dibina oleh Ibu Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd



oleh
Robi’ul Setiawan - NIM. 102 103 509 329
Daris Wibisono Setiawan - NIM. 102 103 509 295
Soekardi Arif Widijanto - NIM. 102 103 509 290
Harun Yusuf Efendi - NIM. 102 103 509 330
Triyani Suprihatin - NIM. 102 103 509 294


















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR IPS
Oktober 2011
POLA KERUANGAN KOTA




Definisi kota
1. Kota merupakan suatu wilayah yang sebagian besar arealnya merupakan hasil budaya manusia, tempat pemusatan penduduk yang tinggi, dan sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian. Dan di samping itu kota juga dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan, seperti bangunan pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman dan alun-alun yang luas serta jalan aspal yang lebar.
2. Mayer melihat kota sebagai tempat bermukim penduduknya : baginya yang penting dengan sendirinya bukan rumah tinggal, jalan raya, rumah ibadat, kantor, kanal dan sebagainya, melainkan penghuni yang menciptakan segalanya itu.
3. Max Weber memandang suatu tempat itu kota, jika penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat.
4. Haris dan Ullman melihat kota sebagai pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia.
5. Prof. Drs. R. Bintarto Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.
6. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 tahun 1980 menyebutkan bahwa pengertian kota terdiri dari 2 macam yaitu:
• Kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
• Kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, serta berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan permukiman.

Ciri - Ciri Kota:
• Kota merupakan tempat bermukim, tempat bekerja, tempat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan, dan pusat kegiatan lain yang telah mengalami banyak kemajuan pembangunan fisik.
• Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan yang lebih besar, antara lain: sebagai pusat permukiman penduduk (tempat tinggal), pusat perputaran modal dan keuangan, pusat kegiatan transportasi, pusat kegiatan konsumsi dan produksi, pusat kegiatan pemasaran dan perdagangan, pusat perindustrian, pusat kegiatan sosial budaya, pusat kegiatan kesenian, dan pusat pendidikan.
• Pusat fasilitas-fasilitas masyarakat yang lain seperti kesehatan, lembaga-lembaga sosial dan keahlian, kegiatan politik, dan administrasi pemerintahan juga berada di kota. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya pengaruh keterbukaan dari daerah luar.
• Masyarakat kota lebih bersifat individual, dimana kepentingan individu lebih menonjol, jika dibandingkan dengan sikap solidaritas dan gotong royong.
Setiap kota memiliki dinamika pertumbuhan masing-masing. Ada kota yang lambat berkembang, tetapi ada pula yang sangat pesat perkembangannya. Hal ini karena kota dipengaruhi oleh lokasi dan keadaan morfologi dan bentuk lahannya.
• Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya tarik. Keramaian yang ada di kota tergantung pada beberapa faktor yaitu:
1. Kemampuan daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung sebagai tempat menyalurkan kebutuhan hidup sehari-hari
2. Tingkat kemakmuran warga kota yang dilihat dari daya belinya
3. Tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik
4. Sarana dan prasarana dalam kota yang memadai
5. Pemerintahan dan warga kota yang dinamis.

Struktur Ruang Kota:

1. Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1925)
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Bahwa wilayah kota dibagi enam zona, yaitu :

1. Zona Pusat Wilayah Kegiatan (Central Bussines Districts) -->di dalamnya terdapat pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, hotel, restoran, dan sebagainya Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerahpaling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
2. Zona Peralihan atau zona transisi --> zone peralihan merupakan konsentrasi penduduk miskin, daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah. Sering ditemui wilayah kumuh (slum area)
3. Zona Pemukiman Kelas Proletar--> didiami oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah. Ditandai oleh adanya rumah susun sederhana.
4. Zona Pemukiman Kelas Menengah (Residental Zone) --> merupakan kompleks perumahan karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
5. Wilayah Tempat Tinggal Masyarakat Berpenghasilan Tinggi ditandai dengan kawasan elit. Sebagian besar penduduknya merupakan kaum eksekutif
6. Zona Penglaju (Commuters) --> merupakan wilayah yang memasuki wilayah belakang (Hinterland) atau merupakan wilayah batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota tetapi tinggal di pinggiran kota.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.
2. Teori Sektoral (Sector Theory) dari Humer Hyot (1939)

Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu (Spillane dan Wan, 1993:19).
Menurut Humer Hyot kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-kemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami yang bersih dari polusi baik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.
gambar :

Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Humer Hyot :
Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris, merupakan pusat kota dan pusat bisnis.

Zona 2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan
Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya.






3. Teori tempat yang sentral (theory of cental place) dari Walter Christaller
Suatu tempat merupakan pusat pelayanan. Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat: (1) topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2) kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.
Dalam keadaan yang mempunyai kedua syarat seperti di atas itu akan berkembang tiga hal (Jayadinata, 1999:180) seperti diterangkan di bawah ini.
1. Ajang jasa (ajang niaga) akan berkembang secara wajar di seluruh wilayah dengan jarak dua jam berjalan kaki atau 2 x 3,5 = 7 km. Secara teori tiap pusat pelayanan melayani kawasan yang berbentuk lingkaran dengan radius 3,5 km (satu jam berjalan kaki), jadi pusat wilayah layanan akan terletak di pusat kawasan tersebut. Teori ini disebut teori tempat pemusatan (central place theory).
2. Kawasan-kawasan berbentuk lingkaran yang saling berbatasan, walaupun bentuk lingkaran adalah paling efisien, akan mempunyai bagian-bagian yang bertumpang tindih atau bagian-bagian yang senjang (kosong), sehingga bentuk lingkaran itu tidak biasa digunakan untuk kawasan atau wilayahnya. Berhubung dengan itu Christaller mengemukakan bahwa pusat pelayanan akan berlokasi menurut pola heksagon, sehingga wilayah akan saling berbatasan tanpa bertumpang tindih.
3. Dalam wilayah akan berkembang ajang niaga dalam pola heksagon. Yang palng banyak adalah dusun-dusun sebagai pusat perdagangan yang melayani penduduk wilayah pedesaan. Satu dusun dengan dusun lainnya akan menempuh jarak 7 km.

Dalam asumsi yang sama dengan Christaller, Lloyd (Location in space, 1977) melihat bahwa jangkauan/ luas pelayanan dari setiap komoditas itu ada batasnya yang dinamakan range dan ada batas minimal dari luas pelayanannya dinamakan threshold. (Tarigan, 2006:79)
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dijelaskan model Christaller tentang terjadinya model area pelayanan heksagonal sebagai berikut: (Tarigan, 2006:80)
1. Mula-mula terbentuk area pelayanan berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memilik pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran ini tidak tumpang tindih seperti pada bagian A dari Gambar 2.3.

2. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih seperti terlihat pada bagian B.
3. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpang tindih, seperti terlihat pada bagian C.
4. Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordenya memilik heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde III, dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagona yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih, seperti terlihat pada bagian D.


Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945)

Struktur ruang kota meliputi:

Gambar :

Keterangan:
Zone 1: Daerah pusat bisnis (CBD/Central Business District)
Zona pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona 2: Daerah industri ringan dan perdagangan (Wholesale light manufacturing)
Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah (Low class residential)
Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.
Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah (Medium class residential)
Zone ini tergolong lebih baik daro zone 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zoe 3.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi (High class residential)
Zone ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona 6: Daerah industri berat (Heavy manufacturing)
Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran , kebisingan, kesmrawutan lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.
Zona 7: Daerah bisnis lainnya (Outlying Bussines District)
Zona ini muncul seiring munculnya daera pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.
Zona 8: Daerah tempat tinggal di pinggiran (Residential Suburban)
Penduduk di sini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak khusus digunakan untuk tempat tinggal.

Zona 9: Daerah industri di daerah pinggiran (Industrial Suburban)
Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan proses serupa.


Proses Pemekaran Kota
Suatu kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya yg disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban Morphological Approach” (Yunus, 2000:107).
Menurut Herbert (Herbert dalam Yunus, 2000:197) Matra morfologi pemukiman menyoroti eksistensi keruangan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fiskal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik dari daerah hunian ataupun bukan (perdagangan dan industri) dan juga banguna individual.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut”urban sprawl”.Adapun macam “urban sprawl” sebagai berikut: (Yunus, 2000:124)


Tipe 1: Perembetan konsentris (Concentric Development/ Low Density continous development)
Dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace (1980) menyebut “concentric development”. Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.

Tipe 2: Perembetan memanjang (ribbon development/lineair development/axial development)
Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar daripada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah disepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat dari perkembangan (Yunus, 2000:127).
Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota di sepanjang jalur transportasi.
Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development / checkkerboard development)
Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi.

Kamis, 13 Oktober 2011

SEJARAH KURIKULUM NASIONAL INDONESIA


SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM NASIONAL
NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A.    Konsep Dasar Kurikulum
Beragam persepsi mengenai pengertian kurikulum yang tidak lepas dari adanya sudut pandang yang berbeda menimbulkan pula keberagaman dalam mengimplementasikan kurikulum itu sendiri. Secara etimologis kurikulum berasal dari kata Currere (=latin), yang bermakna berlari cepat, maju dengan cepat, menjelajahi, merambat, mengelilingi lapangan, gelanggang perlombaan dan sejenisnya. Pada mulanya kata ini lazim digunakan pada bidang atletik, namun dalam perkembangan selanjutnya diadopsi sebagai perbendaharaan umum di dunia pendidikan. Menurut Zain (1976) dalam Efendi (2009:6) “kata Currere pada perkembangan berikutnya dalam dunia pendidikan menjadi curriculum atau racecourse yang berarti tempat atau arena bagi peserta didik berlari atau berlomba untuk mencapai sesuatu, merekam semua beban/materi yang berakhir dengan tujuan (ijazah/gelar)”. Selanjutnya menurut Gagne (1967) dalam Efendi (2009:7) menyatakan “kurikulum sebagai suatu rangkaian unit bahan yang disusun sedemikian rupa sehingga setiap unit dipelajari secara utuh, dengan syarat kecakapan dan kemampuan yang erdapat dalam tujuan unit sebelumnya harus dikuasai oleh anak terlebih dahulu”.

B.     Sejarah Perkembangan Kurikulum
Sejarah perkembangan kurikulum sesuai dengan dinamis evolusioner telah berkembang seiring berputarnya waktu dan bergulirnya rentang kehidupan umat manusia di muka bumi. Berikut dipaparkan secara singkat gambaran perkembangan kurikulum secera universal. 
1.        Perkembangan kurikulum di Eropa Abad lampau
a.    Zaman Kuno
Pada masa ini kondisi masyarakat masih primitif dan keberadaan sekolah formal pada zaman ini bisa dikatakan memang belum ada. Kalaupun ada kurikulumnya tidak tertulis seperti pada zaman modern.
b.    Zaman Yunani
Pada zaman ini, untuk pertama kalinya orang mengenal pendidikan secara sistematis. Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa bangsa Yunani adalah bangsa pelopor yang mula-mula memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi dan telah tersebar luas hamper di seluruh dunia, khususnya Eropa. Sedangkan kurikulum dan pendidikan yang dikembangkan pada saat itu menurut Soemantri (1988) dalam Efendi (2009:9) dipilah menjadi:
(1)      Rhetorica School
Sekolah yang menitikberatkan pada pendidikan keahlian berbicara/berpidato dan berdebat
(2)      Philosopical School
Sekolah yang menitikberatkan pada pendidikan intelektual serta bidang filsafat (kecerdasan)
c.    Zaman Romawi
Bangsa Romawi mengembangkan kurikulum yang telah dijalankan oleh bangsa  Yunani. Kurikulum bangsa Romawi mulai mencantumkan bahasa asing. Salah seorang tokoh pendidikan yang bernama Quintilianus, menyarankan sebagai berikut:
(1)      Kurikulum itu sebaiknya berintikan bahasa
(2)      Dianjurkan adanya korelasi antar sejarah, biografi, religi dengan pelajaran-pelajaran kuno
(3)      Pendidikan hendaknya direncanakan sesuai dengan individu
2.      Kurikulum abad pertengahan dan pendidikan modern
a.         Abad pertengahan
Abad pertengahan merupakan abad di mana telah terjadi asimilasi kebudayaan. Kekuasaan pada waktu itu berpusat pada gereja sehingga pendidikan juga bagian dari kekuasaan kaum gereja namun bahan telah diambil dari bangsa Yunani dan Romawi. Capella mengatakan bahwa pendidikan diliputi oleh tujuh pengetahuan budaya (The Seven Liberal Arts) yang dikategorikan dalam dua aspek, yakni.
(1)      Trivium
§     Grammar
§     Rhetorica dan logica
§     Dialectica
(2)      Quadrivium
§  Geometri
§  Arithmetica
§  Music
§  Astronomi
Dominasi gereja sendiri sebenarnya juga mengatur mengenai kurikulumnya antara lain:
(1)   Kurikulum yang bermaksud membentuk pemimpin-pemimpin dalam gereja
(2)   Kurikulum untuk membentuk para kader serta pelajaran dari gereja sebagai pengabdian dan pelayanan dari gereja
b.    Pendidikan Modern
Bisa dikatakan merupakan pendidikan progresif karena pada masa ini diawali berdirinya sekolah “Pleasant House” yang dipelopori oleh tokoh pendidikan Vitrino de Veltre (1378 – 1448). Yang dimaksud dengan sekolah progresif adalah sekolah yang tercatat mengadakan hubungan antara sekolah menengah dengan Perguruan Tinggi artinya sekolah ini telah memikirkan anak didiknya yang akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Bahkan sekolah ini yang pertama kali berani mengkritisi kurikulum yang dibuat gereja.
Kemudian Inggris menyusul dengan mendirikan Sekolah Istana yang menitikberatkan pada:
(1)   Mementingkan pembentukan kelakuan baik (moral manners)
(2)   Mengajarkan bahasa Latin dan Yunani
(3)   Mencantumkan pendidikan Olah Raga serta permainan

C.    Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia kami batasi sejak dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 hingga saat ini, dengan demikian Kurikulum yang dibuat adalah Kurikulum Nasional. Adapun Kurikulum Pendidikan Nasional telah mengalami 8 kali perubahan, yakni pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 hingga 2006. Perubahan tersebut bisa dikatakan sebagai konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Adapun untuk lebih jelas kami paparkan dalam sajian table berikut di bawah ini.

D.    Kesimpulan
  1. Kurikulum Pendidikan Nasional Indonesia telah berkembang seiring dengan dinamika politik Negara Indonesia, pertumbuhan sosio buadaya masyarakat Indonesia dan perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi
  2. Kurikulum Pendidikan Nasional Indonesia telah mengalami perubahan menurut periodisasinya seiring dengan kepemimpinan nasional Indonesia yakni:
o  1945 – 1959    : Masa Kemerdekaan (Kurikulum 1947, Kurikulum 1952)
o  1959 – 1968    : Orde Lama (Kurikulum 1968)
o  1968 – 1994    : Orde Baru (Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994)
o  1994 – 2006    : Orde reformasi (Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004, KTSP 2006
  1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang tengah berlangsung bisa dikatakan kurikulum yang progresif revolusioner bagi dunia pendiidikan Indonesia dengan segala perubahan yang prinsip terutama bahwa kurikulum benar-benar telah berorientasi pada siswa artinya bahwa siswa sebagai peserta didik harus terlayani dalam menerima pendidikan dalam proses belajar, berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya








DAFTAR RUJUKAN

Efendi, Mohammad.2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman KBK, KTSP, dan SBI. Malang. Fakultas Ilmu Pendidikan Universita Negeri Malang.
Hamalik, Oemar.2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya Offset
Hasibuan, Y.Y. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Studi Analisa Kurikulum SD 1968 – 1975. Surabaya. Usaha Nasional.
Idi, Abdullah.2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta. Ar Ruzz Media
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rusma, Rosita Oktaviani. 2009. Sejarah Kurikulum Indonesia. http://rositaoktavianirusma. blogdetik.com/2009/11/07/sejarah-kurikulum-indonesia/. diunduh Rabu, 21 September 2011
Sahrudin, Iriani, Sri. Sejarah Kurikulum di Indonesia. http://s1pgsd.blogspot.com/2011/04/ sejarah-kurikulum-di-indonesia.html. diunduh Rabu, 21 September 2011
Soekisno , R. Bambang A.2007.  Bagaimanakah Perjalanan Kurikulum Nasional (pada Pendidikan Dasar dan Menengah)?.http://rbaryans.wordpress.com/ 2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/. diunduh Rabu, 21 September 2011


TABEL PERBANDINGAN
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM NASIONAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NO
KURIKULUM
DASAR HUKUM
SISTEM
TUJUAN
PENDEKATAN
SISTEMATIKA
PENILAIAN
1
Rencana Pelajaran 1947 (leer plan)
-    Pancasila
-    UUD 1945
Bentuknya memuat dua hal pokok:
1.    Daftar mata pelajaran
2.    Jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran
-    Menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini (development conformism)
-    Mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat
-  Berorientasi politis
-  Transisional (colonial ke nasional)

Tidak dijelaskan secara rinci karena implementasinya dilaksanakan pada 1950
Ujian Negara
2
Rencana Pelajaran Terurai 1952
(Penyempurnaan K. 1947)
-    Pancasila
-    UUDS 1950
-    UU No. 4 Tahun 1950 tentang Pendidikan dan Pengajaran
Setiap Rencana Pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Membentuk manusia susila yang cakap dan WN yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air
-          Kurikulum tradisonal/
Separated Subject Kurikulum
Silabus mata pelajaran
Rencana Pengajaran Terurai untuk SR III dan IV
Ujian Negara
3
Rentjana Pendidikan 1964 (Penyempurnaan K. 1952)
-    Pancasila
-    UUD 1945
Pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana:
1.    Pengembangan moral,
2.    Kecerdasan,
3.    Emosional/artistik,
4.    Keprigelan,
5.    Jasmani.
Dan Krida
-    Membentuk manusia Indonesia Pancasila dan Manipol/USDEK yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual
-    Mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD


Pendekatan Pengetahuan dan Kegiatan fungsional praktis
Petunjuk anak didik aktif yang terbimbing
Ujian Negara
4
Kurikulum 1968 (Pembaharuan K. 1964)
-    Pancasila
-    UUD 1945
-    Tap MPRS No. XXVII/MRS/1966 tentang

Pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus
a.    Kurikulum SD
b.    Kurikulum Pembangunan
-    Membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
-    Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat
-    Mempersiapkan anak menjadi warga Negara yang baik
-    Pendekatan berbasis pada mata pelajaran (Subject based development)
Mikroskopis institusional:
a.Tujuan
b.Materi/Bahan
c. Didaktik Metodik
d.Kegiatan
- Bersifat umum
- Kurang spesifik
- Masih bersifat spekulatif

Ujian Negara
5
Kurikulum 1975 (Pengganti K. 1968)
-    Pancasila
-    UUD 1945
-    Tap MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN
Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
-  Tujuan Pendidikan Umum, Tujuan Institusional, TIU, TIK
1.  Berorientasi pada tujuan
2.  Integrative
3.  Efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4.  Pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
Satuan pelajaran:
TIK
TIU
Mapel
Alat pelajaran
KBM
Evaluasi
-    Formatif
-    Sumatif
-    THB
-    EBTA
6
Kurikulum 1984
(Refleksi K. 1975 atau Kurikulum 1975 yang disempurnakan)
-    Pancasila
-    UUD 1945
-    Tap MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN



Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL)
Menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang memiliki potensi yang perlu dioptimalkan melalui aktivitas yang dilakukan
-    Pendekatan berbasis pada materi (Content based curicullum)
-    Pendekatan Ketrampilan Proses (PKP)

Satuan pelajaran:
TIK
TIU
Mapel
Alat pelajaran
KBM
Evaluasi
-    Formatif
-    Sumatif
-    THB
-    EBTANAS
7
Kurikulum 1994
(Substitusi K. 1984
 atau menggabungkan kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984)






Suplemen Kurikulum 1999
-    Pancasila
-    UUD 1945
-    Tap MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN
-    UU No. 2 Tahun 1989 tentang SPN
-    PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
-    PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
-    Perubahan Sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
-    Sistem program Wajar 9 tahun
-    Memuat kurikulum Lokal
-    Dikdas: memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah
-    Dikmen: Meningkatkan pengetahuan siswa  untuk melancarkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan perkembangan iptek dan kesenian
Pendekatan berbasis pada pencapaian tujuan (Objective based curicullum)









-  Penambalan pada sejumlah materi  kurikulum 1994
-  Relevansi Materi

Satuan pelajaran:
TIK
TIU
Mapel
Alat pelajaran
KBM
Evaluasi
-    Memperoleh Keterangan mengenai  PBM
-    Bertahap
-    Berkesinambungan
-    Terbuka

EBTANAS
8
Kurikulum 2004 (KBK)
-  Pancasila
-  UUD 1945 (Amandemen)
-  Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN
-  UU N0. 20 Tahun 2003 Sisdiknas
Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan
Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab
-      Sentralistik ke Desentralistik
-      Berpusat pada siswa
RPP
-       SK/KD
-       Indikator
-       Tujuan Pembelajaran
-       Materi Pembelajaran
-       Kegiatan pembelajaran (Awal – Inti – Akhir)
-       Sumber/Alat
-       Evaluasi

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar.

Penilaian Berbasis Kelas:
-   Kumpulan kerja siwa (Portofolio)
-   Hasil Karya (Product)
-   Penugasan (Project)
-   Unjuk kerja (Performance)
-   Tes tertulis (Paper and pencil test)

Ujian Nasional
9
KTSP 2006
-  Pancasila
-  UUD 1945 (Amandemen)
-  UU N0. 20 Tahun 2003 Sisdiknas
-  PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP
-  Permendiknas No. 22 tahun 2006
-  Kepmendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar isi
-  Kepmendiknas No. 23 tahun 2006 tentang SKL
Meliputi 5 kelompok mata pelajaran:
1.    Kel. Mapel. Agama dan akhlak Mulia
2.    Kel. Mapel. Kn
3.    Kel. Mapel. Iptek
4.    Kel. Mapel. Estetika
5.    Kel. Mapel. Penjasorkes
- Dikdas: meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lannjut
- Dikmen: meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lannjut
- Dikjur: meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lannjut sesuai kejuruannya
-      Berpusat pada siswa
-      Konstruktivistik
RPP
-       SK/KD
-       Indikator
-       Tujuan Pembelajaran
-       Materi Pembelajaran
-       Kegiatan pembelajaran (Awal – Inti – Penutup)
-       Sumber/Alat
-       Evaluasi

-    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar.
-    Penilaian Berbasis Kelas
-    Self Assesment
-    Ujian Nasional